ILMU ALAMIAH DASAR
TUGAS 6
(Mencari informasi tentang penemuan unsur atau senyawa terbaru yg berguna bagi kehidupan manusia/makhluk hidup pd umumnya)
***
Indonesia boleh berbangga
karena memiliki Prof Effendy, ahli kristalografi yang diakui dunia. Di tengah
minimnya sarana dan prasarana penelitian, ia mampu menemukan dan menganalisis
730 senyawa koordinasi baru dari garam-garam tembaga, perak, dan logam-logam
alkali dengan ligan-ligan dari unsur golongan 15. Suatu angka pencapaian yang
menurut para ahli kimia amat luar biasa.
Pekan lalu, Effendy mendapatkan Habibie Award atas 22 tahun penelitiannya dalam
sintesis dan penentuan struktur senyawa koordinasi, dengan menggunakan metode
difraksi sinar X. Penelitian Effendy memang penelitian dasar yang manfaatnya
baru dirasakan 10-20 tahun mendatang.
Penerima Habibie Award 2012 lainnya adalah Prof Dr Teguh Santoso Sukamto,
kardiolog FKUI/RSCM. Baik Effendy maupun Teguh memperoleh hadiah uang 25.000
dollar AS.
Penelitian Effendy tentang struktur senyawa kimia itulah yang nantinya menjadi
dasar peneliti lain untuk menciptakan berbagai inovasi untuk kepentingan medis,
pangan, dan bioteknologi.
”Sekarang ini berbagai disiplin ilmu harus saling bekerja sama. Ahli biologi
molekuler harus bekerja sama dengan ahli kristalografi. Molekul kecil seperti
Cisplatin berbahan dasar atom platinum, hidrogen, nitrogen, dan klor, yang
ditemukan 75 tahun lalu. Belum lama ini, secara tidak sengaja diketahui itu
dapat digunakan sebagai obat antikanker,” Effendy menuturkan.
Effendy bercerita, dia tidak pernah bermimpi untuk menjadi ahli kimia. Sewaktu
masih duduk di bangku SMA, ia bercita-cita menjadi dokter. Namun ayahnya,
Nawawi, yang sempat menjadi pengepras atau pemborong tanaman tebu, secara
mendadak bangkrut. Ketika itu sang ayah bangkrut karena ditipu oleh oknum-oknum
di Pabrik Gula Krebet Baru, Malang.
Kondisi itu membuat Effendy terpaksa masuk ke Jurusan Pendidikan Kimia Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang. Dia membiayai kuliah dengan membuka
kios penyewaan buku dan komik. Usaha inilah yang kemudian juga membantu
membiayai kuliah empat adiknya.
Lulus S-1 dari IKIP Malang pada 1981, dua tahun kemudian Effendy melanjutkan ke
jenjang S-2 Pendidikan Kimia di IKIP Jakarta. Dia berhasil lulus S-2 tahun
1985. Pada 1987, Effendy memperoleh beasiswa untuk belajar ke Australia bersama
20 pengajar IKIP yang sudah menyandang S-2 dari seluruh Indonesia. Mereka
diharapkan menjadi pakar dalam bidang kimia, fisika, dan matematika.
”Di Australia, kami semua diturunkan setara dengan tahun ketiga S-1. Luar biasa
berat buat saya karena selama satu tahun harus mendalami teori-teori kimia
untuk mencapai gelar BSc dan setahun lagi untuk BSc Honour. Namun, saya merasa
beruntung karena bisa menemukan satu senyawa pada saat terakhir masa tesis.
Kalau tidak, saya bisa kena drop out,” cerita Effendy beberapa waktu lalu.
Dari satu senyawa itulah, Effendy melangkah lebih jauh. Ia terus melakukan
penelitian dan menemukan senyawa-senyawa koordinasi lain yang kemudian dia
pelajari strukturnya. Jika mahasiswa lain berlibur pada musim panas, Effendy
justru memilih berkutat di laboratorium. ”Setelah dua bulan, saya berhasil
menyintesis 32 senyawa baru,” katanya.
Atas prestasinya itu, Effendy ditawari masuk program doktor tanpa harus
menyelesaikan program master. Dua bulan setelah pengumuman kelulusan sebagai
doktor pada akhir tahun 1993, Effendy diminta oleh seorang ahli kimia, Prof
Allan Henry White, untuk melanjutkan penelitian yang dia lakukan selama
menjalani program doktor.
”Saya menerima tawaran itu karena di Indonesia belum ada alat single crystal
diffractometer X-ray yang merupakan alat utama dalam penelitian saya. Kalau
saya paksakan pulang ke Tanah Air, penelitian saya akan berhenti di tengah
jalan,” kata Effendy.
Sejak 1994 hingga kini, Effendy mondar-mandir antara Malang dan Australia.
Akibatnya, dia tergolong terlambat untuk menikah. Pada 1998, saat berusia 42
tahun, dia menikahi Aniswati, salah seorang mahasiswinya di IKIP Malang yang
lebih muda 18 tahun dari dirinya. ”Saya memimpikannya ketika naik haji,”
tuturnya.
Effendy bercerita, dia memiliki lahan sawah 1 hektar untuk ditanami padi. Oleh
karena itulah, sang istri belakangan ini juga menjadi penyuluh pertanian dan
mengelola sebuah toko swalayan di Bulu, Lawang.
”Ini untuk membagi rezeki kepada lima karyawan toko kami. Kami berusaha agar
hidup ini bisa memberi manfaat kepada orang lain,” ujarnya.
Effendy yang awalnya adalah pendidik kimia murni sekarang menjadi salah seorang
dari sedikit ahli kristalografi yang dimiliki Indonesia. Hasil penelitian yang
dia tulis lalu diterbitkan di berbagai jurnal ilmiah dunia.
Dia menjadi satu-satunya ilmuwan Indonesia yang namanya masuk daftar Cambridge
Structural Database (CSD) di Cambridge Crystallographic Data Centre, sebuah
database berisi nama para peneliti yang berhasil memublikasikan minimal 501
struktur senyawa baru dalam jurnal internasional. Karena itu, amat pantas jika
Effendy mendapatkan Habibie Award di bidang ilmu dasar.
Selain menjadi peneliti ilmu kimia, Effendy juga membantu mengembangkan
kurikulum pendidikan ilmu kimia untuk para pelajar SMP dan SMA rintisan sekolah
bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah internasional. Dia juga membantu
pengembangan program pendidikan tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Di tengah semua kesibukannya itu, Effendy masih sempat menulis setidaknya
sembilan buku teks. Salah satu bukunya itu ditulis dalam bahasa Inggris.
Impian Effendy yang belum terwujud adalah menjadikan Universitas Negeri Malang
sebagai pusat kristalografi nasional. Dia berharap ada donatur yang mau
membantu pengadaan alat single crystal diffractometer X-ray yang harganya
sekitar Rp 5 miliar.
”Hal yang juga penting adalah menyiapkan teknisi untuk mengoperasikan dan
kaderisasi untuk mereka yang ingin mendalami kristalografi. Kaderisasi itu yang
lebih sulit karena minat mahasiswa kecil sekali untuk mendalami ilmu dasar,”
kata Effendy.
referensi :
kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar