Senin, 30 Desember 2013

HUBUNGAN KEGELISAHAN DENGAN PENGHARAPAN


(Tugas bulan ke-3)
 


Kegelisahan
Kegelisahan berasal dari kata “gelisah”. Gelisah artinya rasa yang tidak tentram di hati atau merasa selalu khawatir, tidak dapat tenang (tidurnya),tidak sabar lagi (menanti),cemas dan sebagainya. Rasa gelisah ini sesuai dengan suatu pendapat yang menyatakan bahwa manusia yang gelisah itu dihantui rasa khawatir atau takut.
Kegelisahan hanya dapat diketahui dari gejala tingkah laku atau gerak-gerik seseorang dalam situasi tertentu.Kegelisahan merupakan salah satu ekspresi dari kecemasan. Sigmund Freud ahli psikoanalisa berpendapat, bahwa ada tiga macam kecemasan yang menimpa manusia yaitu :
1.      Kecemasan kenyataan (obyektif)
2.      Kecemasan neorotik
3.      Kecemasan moril.
Rounded Rectangle: Kegelisahan = Ketakutan ~ Kekhawatiran ~ Kecemasan(http://gabriellabcde.blogspot.com/2012/04/hubungan-manusia-dengan-kegelisahan-tgs.html)



Harapan
Harapan atau asa adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan akan didapatkan atau suatu kejadian akan berbuah kebaikan di waktu yang akan datang. Pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, namun diyakini bahkan terkadang, dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud.(http://id.wikipedia.org/wiki/Harapan)
Tentang harapan, Imam Al-Ghazali memberikan tiga perumapamaan harapan yang dibangun oelh manusia yang diceritakan dalam kisah seorang petani :
1.      Seorang petani yang menanam padi pada musim tanam. Kemudian berharap bahwa pada musim panen tanaman akan memberikan hasil baiknya. Namun, petani itu tidak mau merawat dan memlihara tanaman untuk mendapatkan hasil baik tersebut. Maka petani itu termasuk golongan pengkhayal.
2.      Seorang petani menanam padi bukan pada masa atnam (bukan penghujan), dan ia berharap bahwa hujan yang sangat tidak pasti itu akan turun sehingga hasil tanamnya baik. Maka, ketidakpastian yang di dapat petani tersebut. Dan petani ini termasuk dalam golongan penjudi.
3.      Seorang petani yang menanam padi di musim tanam, lalu merawat tanamannya itu dan kemudian berharap bahwa ahsil tanamnya akan baik.
Dari ketiga golongan tersebut, harapan yang sesungguhnya adalah milik petani yang ketiga. Harapan yang telah disertai dengan pemikiran dan usaha yang maksimal. Bukan khayalan atau perjudian.
Hubungan Kegelisahan dan Harapan


 


Menurut saya, kegelisahan berkesinambungan dengan harapan. Orang-orang yang gelisah atau hatinya tidak tentram berharap pada sesuatu yang ingin didapatkan seperti suatu kejadian yang akan berbuah lebih baik di waktu yang akan datang (seseorang itu berharap). Begitupula bagi mereka yang merasa tidak memiliki harapan akan cenderung hatinya tidak tentram dan gelisah.

***

Apa yang Kita Takutkan?
Dalam psikologi dapat dibedakan antara kecemasan dan ketakutan. Sebetulnyanjika kita bicara dan bertanya secara rasioanl apa sebenarnya yang ditakutkan dengan memintanya menjelaskan secara rinci dari hal yang ditakutkannya di masa depan, mereka juga tidak dapat menjelaskannya. Itu karena mereka mengalami kecemasan; ketakutan akan sesuatu yang tidak jelas obyeknya. Ketakutan inilah yang membuat kegelisahan.Sama halnya seperti, banyak orang takut mati, padahal apa yang perlu ditakuti. Bahkan, diantara ketidakpastian yang ada di dunia ini, justru kematian adalah salah satu hal yang pasti.
Mereka dapat memilih apapun obyeknya, tetapi ketika obyek itu sudah dibereskan tetap saja ketakutannya ada. Jadi, kalau dilihat dari situ sebenarnya ketakutan itu bukan pada obyek  tertentu, tetapi pada sesuatu yang tidak jelas. Jadi, kalau ditanya “gambaran seperti apa?”, kita lebih takut kepada sesuatu misalkan setan yang tak jelas bentuknya seperti film horor yang setannya belum muncul dari awal. Lalu, tiba-tiba siluetnya muncul kita sudah takut.
Tapi, kalau setannya sudah muncul, kita langsung antisipasi. Jadi, kalau gambaran tadi sudah jelas, orang bisa antisipasi. Tapi ini gambarannya tidak jelas. Itu satu sisi. Sisi lain, tidak ada yang menggambarkan masa depan (berupa gambaran) yang menjamin akan baik. Harapan itu seolah menjadi barang langka, mahal sekali untuk dimiliki orang-orang.
Tetapi kalau hari ini takut, besok takut, lusa takut. Lama-lama takutnya bertumpuk-tumpuk, takutnya semakin menjadi-jadi atau boleh jadi karena terbiasa mungkin tidak akan takut lagi.
Kalau ketakutan itu pada obyek yang sama dan berturut-turut, maka orang dapat mempelajari obyek yang menakutkan itu lalu akhirnya menjadi jelas. Orang bisa tidak takut lagi. Tapi, seperti saya katakan tadi, ini ketakutan yang tidak jelas juga, tidak jelas obyeknya. Jadi, orang tidak bisa kebal akan ketakutan itu. Ketakutan disini bisa digaris bawahi sebagai kegelisahan, karena ketakutan-ketakutan inilah yang membuat hati seseorang tidak tenang atau gelisah. Lebih jauh, mereka dapat menjadi pribadi yang paranoid.
Lalu , sebenarnya apa yang kita takutkan itu seperti sepasang mata yang menatap sebuah obyek. Tidak perlu di pikirkan, di rasakan, apalagi di ungkapkan. Semuanya sudah cukup jelas.
Belajarlah perlahan, banyak orang bilang semua perkara berasal dari sudut pandang. Sekarang, bagaiaman kalau “benda” yang kita jadikan sudut tersebut, kita pindahkan?



Share:

0 komentar:

Posting Komentar