(Tugas bulan ke-3)
Kegelisahan
Kegelisahan berasal dari kata “gelisah”. Gelisah
artinya rasa yang tidak tentram di hati atau merasa selalu khawatir, tidak
dapat tenang (tidurnya),tidak sabar lagi (menanti),cemas dan sebagainya. Rasa
gelisah ini sesuai dengan suatu pendapat yang menyatakan bahwa manusia yang
gelisah itu dihantui rasa khawatir atau takut.
Kegelisahan hanya dapat diketahui
dari gejala tingkah laku atau gerak-gerik seseorang dalam situasi tertentu.Kegelisahan
merupakan salah satu ekspresi dari kecemasan. Sigmund Freud ahli
psikoanalisa berpendapat, bahwa ada tiga macam kecemasan yang menimpa manusia
yaitu :
1. Kecemasan kenyataan (obyektif)
2. Kecemasan neorotik
3. Kecemasan moril.
(http://gabriellabcde.blogspot.com/2012/04/hubungan-manusia-dengan-kegelisahan-tgs.html)
Harapan
Harapan atau asa adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang
diinginkan akan didapatkan atau suatu kejadian akan berbuah kebaikan di waktu
yang akan datang. Pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, namun
diyakini bahkan terkadang, dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud.(http://id.wikipedia.org/wiki/Harapan)
Tentang
harapan, Imam Al-Ghazali memberikan tiga perumapamaan harapan yang dibangun
oelh manusia yang diceritakan dalam kisah seorang petani :
1. Seorang
petani yang menanam padi pada musim tanam. Kemudian berharap bahwa pada musim
panen tanaman akan memberikan hasil baiknya. Namun, petani itu tidak mau
merawat dan memlihara tanaman untuk mendapatkan hasil baik tersebut. Maka
petani itu termasuk golongan pengkhayal.
2. Seorang
petani menanam padi bukan pada masa atnam (bukan penghujan), dan ia berharap
bahwa hujan yang sangat tidak pasti itu akan turun sehingga hasil tanamnya
baik. Maka, ketidakpastian yang di dapat petani tersebut. Dan petani ini termasuk
dalam golongan penjudi.
3. Seorang
petani yang menanam padi di musim tanam, lalu merawat tanamannya itu dan
kemudian berharap bahwa ahsil tanamnya akan baik.
Dari ketiga golongan tersebut, harapan
yang sesungguhnya adalah milik petani yang ketiga. Harapan yang telah disertai
dengan pemikiran dan usaha yang maksimal. Bukan khayalan atau perjudian.
Hubungan
Kegelisahan dan Harapan
Menurut
saya, kegelisahan berkesinambungan dengan harapan.
Orang-orang yang gelisah atau hatinya tidak tentram berharap pada sesuatu yang ingin didapatkan seperti suatu kejadian yang akan berbuah lebih baik di waktu yang akan datang (seseorang itu berharap). Begitupula bagi mereka yang merasa tidak memiliki
harapan akan cenderung hatinya tidak tentram dan gelisah.
***
Apa
yang Kita Takutkan?
Dalam psikologi dapat dibedakan antara
kecemasan dan ketakutan. Sebetulnyanjika kita bicara dan bertanya secara
rasioanl apa sebenarnya yang ditakutkan dengan memintanya menjelaskan secara
rinci dari hal yang ditakutkannya di masa depan, mereka juga tidak dapat
menjelaskannya. Itu karena mereka mengalami kecemasan; ketakutan akan sesuatu
yang tidak jelas obyeknya. Ketakutan inilah yang membuat kegelisahan.Sama
halnya seperti, banyak orang takut mati, padahal apa yang perlu ditakuti.
Bahkan, diantara ketidakpastian yang ada di dunia ini, justru kematian adalah
salah satu hal yang pasti.
Mereka dapat memilih apapun obyeknya,
tetapi ketika obyek itu sudah dibereskan tetap saja ketakutannya ada. Jadi,
kalau dilihat dari situ sebenarnya ketakutan itu bukan pada obyek tertentu, tetapi pada sesuatu yang tidak
jelas. Jadi, kalau ditanya “gambaran seperti apa?”, kita lebih takut kepada
sesuatu misalkan setan yang tak jelas bentuknya seperti film horor yang
setannya belum muncul dari awal. Lalu, tiba-tiba siluetnya muncul kita sudah
takut.
Tapi, kalau setannya sudah muncul, kita
langsung antisipasi. Jadi, kalau gambaran tadi sudah jelas, orang bisa
antisipasi. Tapi ini gambarannya tidak jelas. Itu satu sisi. Sisi lain, tidak
ada yang menggambarkan masa depan (berupa gambaran) yang menjamin akan baik.
Harapan itu seolah menjadi barang langka, mahal sekali untuk dimiliki
orang-orang.
Tetapi kalau hari ini takut, besok
takut, lusa takut. Lama-lama takutnya bertumpuk-tumpuk, takutnya semakin
menjadi-jadi atau boleh jadi karena terbiasa mungkin tidak akan takut lagi.
Kalau ketakutan itu pada obyek yang sama
dan berturut-turut, maka orang dapat mempelajari obyek yang menakutkan itu lalu
akhirnya menjadi jelas. Orang bisa tidak takut lagi. Tapi, seperti saya katakan
tadi, ini ketakutan yang tidak jelas juga, tidak jelas obyeknya. Jadi, orang
tidak bisa kebal akan ketakutan itu. Ketakutan disini bisa digaris bawahi
sebagai kegelisahan, karena ketakutan-ketakutan inilah yang membuat hati
seseorang tidak tenang atau gelisah. Lebih jauh, mereka dapat menjadi pribadi
yang paranoid.
Lalu , sebenarnya apa yang kita takutkan
itu seperti sepasang mata yang menatap sebuah obyek. Tidak perlu di pikirkan,
di rasakan, apalagi di ungkapkan. Semuanya sudah cukup jelas.
Belajarlah perlahan, banyak orang bilang
semua perkara berasal dari sudut pandang. Sekarang, bagaiaman kalau “benda”
yang kita jadikan sudut tersebut, kita pindahkan?