Selasa, 19 Juni 2018

Abstaraksi : Dia 2

Dia rindu.
Rindu sesuatu.

Benar kata orang, rindu memang selalu tentang jarak. Tapi baginya, rindu terberat bukanlah tentang kilometer, tapi tentang sesuatu yang jauh.

Dimensi, yang sudah terlewat.

Masa lalu.

--
Bukan, bukan tentang ada apa atau siapa disana.
Bukan tentang waktu.
Tapi tentang esensi didalamnya.
Ada sesuatu yang dia rasakan.

Kedamaian.

--

Dia tidak rindu masa lalu, dia hanya rindu "kedamaian" pada masa lalu. Sesuatu yang sebenernya bisa dia dapatkan juga, tak hanya di masa lalu. Di masa ini.

Share:

Sabtu, 16 Juni 2018

Abstraksi : Dia 1

Dia meringis.
Pilu sekaligus muak.

Earphone dan musik yang didengarkan membuatnya hanyut dalam lirik dan nada. Riuh hanya ada antara kepala dan telinga.

Asik, hanyut dalam alunan.
Meng"amini" kata kata yang terdengar sembari meresapi makna yang tumpang tindih dengan kenangan dan juga harapan.

Dia mulai sibuk, dengan pikirannya sekaligus lamunannya.
Jangan, ada yang ganggu! Pikirannya melayang, mengambang, bercabang, buntu, hilang dan hinggap tak karuan.

Manusia manusia terlihat bisu.
Membual tanpa suara.
Kosong.
Sunyi.

Dia menikmati keriuhan yang dia nikmati seorang diri.

Keheningan penuh kebohongan yang dunia tawarkan begitu manipulatif. Sekali di nikmati, banyak mulut-mulut berbusa berbicara tak berfakta.

--
Dia sedang "berusaha" pulang ke dalam pelukannya sendiri.

Share:

Rabu, 13 Juni 2018

Lawan Bicara


---

Lawan bicaranya terus berbicara, apa saja yang ingin dia katakan. Dia utarakan. Sembari memilih makanan yang ia tak suka untuk di taruh di pinggiran piring, menunduk dalam lalu menyuapkan nasi ke mulutnya dengan malas. Kekenyangan.

Lawan bicaranya sesekali berhenti mengunyah, melihat ke sudut yang berbeda. Tidak benar-benar melihat, tidak benar-benar memperhatikan sesuatu. Dia memang suka begitu.

Lawan bicaranya menghela napas, berujar tentang makanan yang tak kunjung habis. Dan seseorang mulai menawarkan diri untuk menghabiskan. Selalu begitu.

Lawan bicaranya melarang. Kemudian melanjutkan dengan pelan. Sesekali lawan bicaranya bertanya tentang keseharian dan kesibukan ibu kota. Lalu, mengeluh karena kemacetannya.

Lawan bicaranya memang pandai berbicara. Dia menyadari ada seseorang yang diam-diam memandang kearahnya setiap kali ia sibuk dengan makanan dihadapannya.

---
Perbincangan dengan lawan bicara selalu menarik, setidaknya yang kurang menarik pun akan jadi sesuatu yang mau seseorang tunggu. Tapi, pujangga manapun harusnya paham yang tak saling dibicarakan, yang lawan bicara tak utarakan dan yang seseorang tak ungkapkan jauh lebih memiliki makna dengan kata yang tak mampu dibahasakan. Setidaknya sampai tulisan ini diakhiri.

--
Kuningan, 13 Juni 2018
11.48 WIB
aku, kursi panjang di ruang tengah, dan pikiranku.


Share:

Sabtu, 09 Juni 2018

Keputusan Mencintai


Keputusan mencintai akan lebih mudah dilakukan jika tanpa keinginan untuk memiliki.

Ada salah satu quote yang menurut gue, cocok menganalogikan maksud gue.
" Aku mencintaimu, itu urusanku. Kamu terhadapku, itu urusanmu"

Susah emang, kita nggak pernah bisa nipu diri kita sendiri tentang rasa kecewa, sedih, marah atau lainnya ketika kita melihat orang yang kita sayang menyatakan rasa sayangnya kepada orang lain, sedih memang ketika kita hanya bisa menatap punggungnya yang menjauh sambil bergandengan dengan pujaannya yang sekarang.
Tapi justru memang disitu seni nya, justru disana kekuatannya. Mereka yang mencintai diam-diam, diam-diam mendo'akan, diam-diam sibuk berharap 'dia' jangan bersedih. Tapi yaudah, cukup. Nggak nuntut banyak. Apa yang harus dipersatukan pasti bersatu kok :)
Ikhlaskan semuanya.

Sampai sini, ngerti nggak maksudnya konsep "keputusan untuk mencintai?".
Seseorang pernah bilang ke gue "pada dasarnya, sayang nggak perlu status".

Yang bikin ribet adalah ketika lu memkasakan diri untuk...memiliki. Kadang-kadang gue suka mikir, sampai sejauh ini. Perasaan itu apa benar-benar rasa sayang itu sendiri, bukan obsesi?
Ya bukan berarti kalo lu suka orang, lu harus terus-terusan diem. Maksud gue...nggak memaksakan harus bin kudu memiliki si doi, yang ujung-ujungnya malah nyakitin diri sendiri. Nah ini yang banyak kejadiannya, buanyaaak.
Kasus diatas untuk mereka yang berteman dengan diam.

Lain hal sama mereka yang memang tidak dipilih.
Ya kalo dia nggak milih lo, dia berarti bukan yang terbaik buat lo. it's simple. Pasti ada yang bakal cocok dan pas, buat lo. Yang mau nerima lo dengan segala kejelekan dan kecantikan lo. Itu bisa jadi dia (lagi) di masa yang akan datang, ketika semuanya sudah jauh lebih siap. Ketika semuanya lebih tepat.
Seseorang yang tepat akan datang di waktu yang tepat. Nah, versi tepat lo sama Tuhan kan beda. Itu!
Sambil nunggu semuanya tepat, apa lu mau jadi yang gini-gini aja? Nah. Tetep positif, tetep bahagia, dan terus melangkah maju menjadi lebih baik.

Toh, pada akhirnya semuanya nggak ada yang sia-sia. Ibarat jalan, mereka adalah yang udah lu lalui. Semuanya ngasih pembelajaran, dan juga mendewasakan tentunya.

Cinta harus membuat lu kuat, bukan melemahkanlu. Terserah siapa yang lu suka, tapi kebahagiaan lu ada di tangan lu. Keputusan untuk bahagia adalah pilihan lu.

Suatu hari, si kumbang tahu si mawar udah dihinggapi kupu-kupu. Si kumbang sedih, mawar pujaannya kini sudah memiliki penjaganya. Namun suatu hari, si kumbag berkelana kesana kemari, dan tak sengaja si kumbang bertemu si mawar. Si kumbang bahagia. Meski si kumbang tau si mawar di dampingi si kupu-kupu. Tapi, rasa bahagianya tetep bertahta. Bertemu dengan pujaan hatinya. Iya, ini adalah perasaan si kumbang, terlepas apa yang dirasakan si mawar, terlepas bersama siapa si mawar.

Sepi itu indah, percayalah...
Membisu itu, anugerah....
(penggalan lirik Banda Neira)

---
Tulisan tahun 2016, disalah satu platform yang sengaja ku copy kesini. Bukan karena apa-apa, hanya ingin saja.
Cheers!

Share: