Sabtu, 28 Maret 2015

KONSEP MENTAL DAN PERKEMBANGANNYA



Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental

Beratus-ratus tahun yang lalu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah syaitan-syaitan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun ada usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan. 

Masa selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropa.

Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki kondisi dari 32 rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke Eropa. Atas jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar pada abad ke-19.

Tokoh lain yang banyak pula memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan dalam asylum-asylum tersebut. Sering ia didera dengan pukulan-pukulan dan jotosan-jotosan, dan menerima hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam. Dan banyak lagi perlakuan-perlakuan kejam yang tidak berperi kemanusiaan dialaminya dalam rumah sakit jiwa tersebut. Setelah dirawat selama dua tahun, beruntung Beers bisa sembuh.

Di dalam bukunya A Mind That Found Itself, Beers tidak hanya melontarkan tuduhan-tuduhan terhadap tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi kemanusiaan dalam asylum-asylum tadi, tapi juga menyarankan program-program perbaikan yang definitif pada cara pemeliharaan dan cara penyembuhannya. Pengalaman pribadinya itu meyakinkan Beers bahwa penyakit mental itu dapat dicegah dan pada banyak peristiwa dapat disembuhkan pula. Oleh keyakinan ini ia kemudian menyusun satu program nasional, yang berisikan:
1. Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.
2. Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental.
3. Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya.
4. Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.

William James dan Adolf Meyer, para psikolog besar, sangat terkesan oleh uraian Beers tersebut. Maka akhirnya Adolf Meyer-lah yang menyarankan agar Mental Hygiene dipopulerkan sebagai satu gerakan kemanusiaan yang baru. Dan pada tahun 1908 terbentuklah organisasi Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu pada tahun 1909 berdirilah The National Committee for Mental Hygiene, dimana Beers sendiri duduk di dalamnya hingga akhir hayatnya.

Dasar dan Tujuan Mempelajari Kesehatan Mental
Kesanggupan seseorang untuk hidup rela dan gembira bergantung pada sejauh mana ia menikmati kesehatan mental. Kesehatan mental yang wajar adalah yang sanggup menikmati hidup ini, rela kepadanya, menerimanya dan sanggup membentuknya sesuai dengan kehendaknya.

Pemahaman terhadap kesehatan mental yang wajar memestikan akan pengetahuan tentang konsep dasar kesehatan mental, seperti yang telah dijelaskan oleh para psikolog, yaitu motivasi (motivation), pertarungan psikologikal (psychologgical conflict), kerisauan (anciety), dan cara membela diri

Motivasi adalah keadaan psikologis yang merangsang dan memberi arah terhadap aktivitas manusia. Dialah kekuatan yang menggerakkan dan mendorong aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu motivasi primer (biologis) yang mempunyai kaitan dengan dengan proses organik atau yang timbul dari kekurangan atau kelebihan pada sesuatu yang berkaitan dengan struktur organik manusia. Kedua, motivasi sekunder (psikologi) yang jelas tidak ada kaitannya dengan organ-organ manusia.

Pertarungan psikologis adalah terdedahnya (tercegahnya) seseorang kepada kekuatan-kekuatan yang sama besarnya yang mendorongnya kepada berbagai hal dimana ia tidak sanggup memilih salah satu hal tersebut.

Kerisauan, secara umum, adalah pengalaman emosional yang tidak menggembirakan yang dialami seseorang ketika merasa takut atau terancam sesuatu yang tidak dapat ditentukannya dengan jelas. Biasanya keadaan ini disertai perubahan keadaan fisiologis, seperti cepatnya debaran jantung, hilang selera makan, rasa sesak nafas, dan lain sebagainya.

Cara membela diri merupakan cara yang dibuat dan dilakukan oleh seseorang secara tidak sadar untuk menghindarkan dirinya menghadapi pergolakan kerisauan yang dihadapi dan kekuatan-kekuatan yang bertarung dengan nilai-nilai, sikap dan tuntutan masyarakat.

Mempelajari kesehatan pada berbagai ilmu itu pada prinsipnya bertujuan sebagai berikut:
1. Memahami makna kesehatan mental dan faktor-faktor penyebabnya.
2. Memahami pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penanganan kesehatan mental.
3. Memiliki kemampuan dasar dalam usaha peningkatan dan pencegahan kesehatan mental masayarakat.
4. Meningkatkan kesehatan mental masyarakat dan mengurangi timbulnya gangguan mental masyarakat.

KONSEP SEHAT BERDASARKAN:

1.       Dimensi Emosi
Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya. Dan sehat emosional adalah seseorang yang dapat menjaga atau mengontrol amarahnya ketika dia sedang kesal.    Menurut Goleman emosional merupakan hasil campur dari rasa takut, gelisah, marah, sedih       dan senang.

2.       Dimensi Intelektual
Dikatakan sehat  secara intelektual yaitu jika seseorang memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memilki nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan.

3.      Dimensi Sosial
Sehat yang dimana orang tersebut memiliki jiwa social yang baik. Dapat Nampak baik apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya serta saling toleran dan menghargai.

4.      Dimensi Fisik
Sehat secara fisik yaitu sehat yang orang tersebut tidak mengalami cacat atau sebagainya. Terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.

5.      Dimesi Mental
Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.

a.      Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
b.      Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
c.       Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.

6.      Dimensi Spiritual


Sehat yang sangat penting juga sehat tidaklah hanya jasmani, sehat dalam rohani pun juga sangat penting.Spiritual sehat terlihat dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.
REFERENSI:

 Yustinus Semiun. OFM. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta : Kanisius 
Siswanto. S. Psi. Msi. 2007. Kesehatan Mental,Konsep,Cakupan dan Perkembangan. Yogyakarta : Andi.

Share:

Selasa, 17 Maret 2015

KESEHATAN MENTAL- Analisis Kasus Oedipus Complex



KESEHATAN MENTAL






DISUSUN OLEH :
SITI HARDIANTI
2PA09
2014/2015







UNIVERSITAS GUNADARMA










KASUS

Raffi Adalah Pengidap Oedipus Complex?
by Kasino bola on January 29, 2013
Raffi Ahmad yang namanya belakangan hari ini banyak dibicarakan publik sejak kasus pencidukan di rumahnya yang sedang menggelar pesta narkoba oleh pihak BNN kini menyingkap cerita lain. Cerita lain ini lebih pada kisah asmaranya. Seperti yang kita ketahui bahwa kasus pencidukan di rumah yang berkawasan di Lebak Bulus itu turut menyeret nama politisi PAN, Wanda Hamidah yang juga ada disana di waktu subuh. Yang jadi pertanyaan sekarang adalah Mengapa ada Wanda disana? Banyak spekulasi yang mengatakan jika Wanda sebenarnya menjalin hubungan khusus dengan Raffi Ahmad.
Sebelumnya, bukan hal yang asing lagi jika Raffi Ahmad pernah merajut cinta dengan Janda yang usianya jauh lebih tua darinya. Siapa lagi jika bukan Yuni Shara. Dan kali ini keberadaan Wanda Hamidah juga menyimpulkan bahwa Raffi adalah sosok pria yang lebih menyukai wanita dengan usia yang jauh lebih tua darinya. Memang tidak lazim kedengarannya, akan tetapi ada kalanya . Melihat ada beberapa pria yang memang lebih tertarik menjalin hubungan dengan wanita yang lebih tua, bahkan usianya hampir menyamai ibu mereka sendiri. Pria dengan tipe ketertarikan seperti ini disebut dengan Oedipus Complex.


TEORI
Freud dikenal sebagai bapak psikologi psikoanalisis. Sumbangan terbesarnya pada teori kepribadian adalah pada eksplorasinya ke dalam dunia tidak sadra dan keyakinannya bahwa manusia termotivasi oleh dorongna-dorongan utama yang belum atau tidak mereka sadari.
Selain itu, Freud membahas tentang tahap perkembangan yang nyaris seluruhnya membahas tentang kanak-kanak awal (early childhood).  Bagi Freud, empat atau lima tahun pertama  atau tahap infantile sangat penting bagi pembentukan kepribadian. Tahap ini diikuti dnegna enam smapai tujuh tahun periode laten dimana pertumbuhan seksualnya tidak atau sedikit terjaid. Kemudian, pada masa puber mulailah kehidupan seksual pada tahp genital. Perkembangan psikoseksual kemudian mencapai puncaknya pada kedewasaan. Berikut 5 tahap perkembangan tersebut :
1.      Fase Oral/ Oral Stage berlangsung selama 18 bulan pertama kehidupan. Pusat kenikmatan adalah mulut. Mengunyah, mengisap, menggigit merupakan sumber utama kenikmatan, dimana tindakan ini mengurangi tekanan/ ketegangan pada seseorang.
  1. Fase Anal/ Anal Stage berlangsung antara usia 1-3 tahun. Pusat kenikmatan adalah anal atau fungsi pengeluaran/ pembersihan yang diasosiasikan dengannya. Latihan otot-otot anus mengurangi tekanan pada seseorang. Pada fase ini menurut Freud sangat baik untuk menerapkan toilet training.
  2. Fase Falik/ Phallic Stage berlangsung antara usia 3-6 tahun. Psuat kenikmatan adalah alat kelamin, ketika anak menemukan bahwa manipulasi diri/ self manipulation dapat ·  memberikan kenikmatan. Pada fase ini terjadilah Oedipus Complex. Teori ini berkembang selama era Victoria abad ke-19 ketika kaum lelaki dominan terhadap perempuan yang pasif, dan tatkala minat seksual ditekan khususnya kaum perempuan. Menurut Freud, saat fase ini anak perempuan mulai menyadari bahwa ia tidak memiliki phallus, dan mereka menyadari bahwa phallus lebih hebat dari anatominya sendiri. Hal ini menimbulkan kecemburuan akan phallus ( Phallus envy ). Oleh karena keinginan memiliki phallus yang kuat maka anak perempuan lebih mengembangkan kedekatan dengan ayahnya. Pada usia 5-6 tahun anak mulai menyadari bahwa orang tua yang berjenis kelamin sama dengannya dapat menghukum mereka atas keinginan incest anak. Untuk mengurangi hal ini, anak mulai mengidentifikasikan diri dengan orang tua yang berjenis kelamin sama.
  3. Fase Tersembunyi/ Letency Stage berlangsung sekitar usia 6 tahun hingga pubertas. Anak mulai menekan keinginan seksnya dan mengembangkan keterampilan sosial dan intelektualnya. Pada fase ini anak menyalurkan energinya ke bidang emosional yang menolong mengatasi konflik falik.
  4.  Fase Kemaluan/ Genital Stage berlangsung mulai masa pubertas. Pad fase ini, anak mengalami masa kebangiktan seksual.


ANALISIS KASUS
Berdasarkan kasus diatas, dinyatakan bahwa Raffi ahmad mengidap  Oedipus Complex. Apa itu Oedipus Complex ? Oedipus complex dalam aliran psikoanalisis Sigmund Freud merujuk pada suatu tahapan perkembangan psikoseksual pada masa anak-anak ketika hasrat anak untuk secara seksual memiliki orangtua dengan jenis kelamin berbeda (misalnya laki-laki tertarik kepada ibunya dan menganggap ayahnya sebagai saingan, sedangkan perempuan tertarik kepada ayahnya dan menganggap ibunya sebagai saingan).
Menurut seorang psikolog bernama A. Kasandra, kecenderungan pria yang jatuh cinta kepada wanita yang lebih tua darinya, karena terobsesi karakter ibunya. Kemungkinan sejak kecil si pria tersebut memiliki kedekatan secara emosional terhadap figur seorang ibu, sehingga secara tak langsung alam bawah sadarnya merekam memori kasih sayang yang selama ini diberikan sang ibu. Hal semacam inilah yang akhir-akhir ini diberitakan media dikarenakan seringnya pemberitaan yang menggambar kedekatan Raffi Ahmad dengan wanita yang berusia jauh lebih tua disbanding usia Raffi sendiri. Terlepas dari itu, untuk memutuskan seseorang mengalami Oedipus complex atau tidak, dibutuhkan beberapa intervensi lebih dalam dan matang yang pada akhirnya menghasilkan kesimpulan yang valid.  


DAFTAR PUSTAKA
Feist, & Feist. (2010).  Teori Kepribadian. Jakarta : Salemba Humanika
Share:

Jumat, 06 Maret 2015

Makalah Hubungan antara Kecenderungan Narsistik dan Intensitas Posting Selfie


Hubungan Antara Kecenderungan
Narsistik Dan Intensitas Posting Selfie. 




KELAS : 2PA09

PENYUSUN :

1. Aprilia Dwi Lestari 11513206
2. Fitriani 13513554
5. Rina Astriani S 17513715
6. Sri Wahyuni 18513627
7. Siti Hardianti 18513547

UNIVERSITAS GUNADARMA



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan limpahan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya tanpa kendala yang berarti. Dalam makalah ini kami membahas hasil kuisioner kami.
Makalah ini kami buat dengan beberapa referensi yang membantu kami mengembangkan makalah ini menjadi lebih lengkap, menarik dan juga dosen mata kuliah Psikologi dan Teknologi Internet yang mengarahkan dan membimbing kami agar dapat membuat makalah ini dengan baik untuk memenuhi tugas Psikologi dan Teknolgi Internet. Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah yang kami buat. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.


Depok, 10 Februari 2015 
      
Kelompok 













BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Dalam mitologi Yunani, Narcissus, seorang pemuda yang terkenal karena ketampanannya, melihat bayangannya di badan air dan jatuh cinta dengan gambar-Nya.Tidak dapat meninggalkan keindahan refleksinya, Narcissus jatuh ke kematiannya.Begitulah kata "narsisisme" muncul.Narsisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fokus pada diri dan kekaguman yang dibawa ke ekstrem.Ini melibatkan kekaguman atribut fisik atau mental seseorang sendiri, sering didefinisikan sebagai berlebihan cinta-diri.

Sigmund Freud dalam makalahnya berjudul 'On Narsisme: Sebuah Pengantar’ – di 1914 – menyarankan bahwa narsisme sebenarnya adalah bagian normal dari jiwa manusia, disebut oleh dia sebagai narsisme primer. Dalam teori Freud kepribadian, orang dilahirkan tanpa rasa dasar diri, dan hanya melalui pengalaman yang terjadi pada anak usia dini bahwa orang-orang mendapatkan apa yang dikenal sebagai ego, atau rasa diri. Sebagai seorang anak berinteraksi dengan dunia luar dan dikondisikan untuk mematuhi harapan sosial dan budaya, ia mengembangkan gambar yang sempurna dari dirinya sendiri bahwa ego berusaha untuk mencapai. Psikolog lain Alfred Adler percaya bahwa itu alami untuk berjuang untuk rasa superioritas dan kesempurnaan – yang membutuhkan persetujuan didorong oleh ego untuk merasa dicintai dan penting. Ini adalah narsisme yang sehat atau pertahanan normal yang melindungi kita dari kegagalan dan membuat kita jauh dari rasa putus asa.
Quote-Sigmund-Freud-whoever-loves-becomes-humble-those-who-love-105728 Yang terlihat lebih sebagai moral-meningkatkan (Narsisme Sehat) kegiatan untuk menjaga tingkat motivasi kita dalam kehidupan.Dalam narsisme yang sehat, orang menyadari kekuatan dan kelemahan mereka dan mampu memiliki harapan yang realistis dari diri mereka.Tidak perlu untuk setiap "satu-up-manship" atau "satu-down-manship" dalam hubungan. Sementara narsisme yang tidak sehat di sisi lain adalah kontras.



Sisi ekstrim dari Narsisme Banyak kali, orang cenderung membingungkan cinta-diri dengan narsisme, tetapi ada perbedaan yang jelas antara dua.Self-cinta penting untuk berkembang secara mental, fisik dan rohani, sedangkan diri obsesi terbatas pada persepsi luar diri kita, Posisi, kekuasaan dan status.Self-cinta dipicu oleh rasa kesatuan tetapi diri obsesi adalah perjuangan terus-menerus melawan harga diri rendah, ketidakamanan dan masalah kompleks lainnya.
Ekstrim Narsisme dapat menyebabkan Narcissistic Personality Disorder (NPD).narcisistasss Kelainan ini disebabkan oleh kasus yang parah egosentrisme. Mereka percaya bahwa mereka superior dari orang lain dan memiliki kurang memperhatikan perasaan orang lain, berasal dari kebanggaan sombong dan kurangnya empati. Narsisis menghabiskan banyak waktu dan energi melakukan hal-hal untuk membuat diri mereka terlihat dan merasa baik dan memompa ego mereka. Lebih dari yang lain, individu narsis yang menyebabkan kerusakan pada tubuh dan pikiran mereka sendiri. Dia menempel pada perasaan diri kebesaran dan hidup di bawah kesan bahwa mereka tidak rentan terhadap kerentanan.Tapi di balik topeng ini over-confidence terletak ini rapuh harga diri, rentan terhadap kritik sedikit. Kelainan mengganggu perkembangan hubungan yang sehat dengan orang lain. Penyebabnya mungkin terkait dengan masa kecil yang disfungsional, seperti memanjakan berlebihan, harapan yang sangat tinggi, penyalahgunaan atau kelalaian.












1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah usia mempengaruhi seseorang untuk berfoto narsis dan posting selfie.
2. Apakah gender mempengaruhi seseorang untuk berfoto narsis.
3. Apakah status mempengaruhi seseorang untuk berfoto narsis dan posting selfie.
4. Apa tujuan seseorang berfoto narsis dan posting selfie.
5. Dengan siapa seseorang berfoto narsis.
6. Gaya apa yang sering dilakukan ketika berfoto narsis.
7. Berapa banyak seseorang berfoto narsis dan posting selfie.
8. Aplikasi kamera apa yang digunakan seseorang ketika berfoto narsis.
9. Media sosial apa yang digunakan untuk memposting foto narsis.
10. Apa yang dirasakan seseorang setelah berfoto narsis.

1.3 TUJUAN
Untuk mengetahui hubungan antara kecenderungan narsistik dan intensitas posting selfie.
















BAB II
2.1 DASAR TEORI

Teori Psikoanalisis Sigmund Freud

1. Teori Kepribadian Psikoanalisis
Freud (lahir di Freiberg pada tahun 1856 dan meninggal di London tahun 1939) memulai karir psikoanalitisnya pada tahun 1896, setelah beberapa tahun Freud buka praktik dokter. Karena setelah beberapa tahun ia menjadi dokter, Freud tidak pernah merasa puas dengan cara ia mengobati pasien, Freud berpikir untuk merubah cara pengobatan pasien. Freud berpikir untuk merubah cara pengobatan pasien. Jika selama menjadi dokter ia mencoba melakukan terapi medis, Freud berpikir melakukan semacam upaya psikoterapeutik untuk sebagian besar pasiennya yang ternyata lebih banyak mengalami tekanan jiwa. Terapi itu disebutnya sebagai Psikoanalisis.Psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud.Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia. (Minderop, 2010:10)
Psikoanalisis, mendasarkan pemikirannya pada proses bawah sadar yang membetuk perilaku dan segala penyimpangan perilaku sebagai akibat proses tak sadar. Psikoanalisis tidak bertujuan atau mencari apapun kecuali penemuan tentang alam bawah sadar dalam kehidupan mental. (Freud, 2002:424)
A. Alam Bawah Sadar
Freud menyatakan bahwa pikiran manusia lebih dipengaruhi oleh alam bawah sadar (unconscious mind) ketimbang alam sadar (conscious mind).Ia melukiskan bahwa pikiran manusia seperti gunung es yang justru sebagian terbesarnya ada di bawah permukaan laut yang tidak dapat ditangkap dengan indera. Ia mengatakan kehidupan seseorang dipenuhi oleh berbagai tekanan dan konflik; untuk meredakan tekanan dan konflik tersebut manusia rapat menyimpannya di alam bawah sadar. 



Freud merasa yakin bahwa perilaku seseorang kerap dipengaruhi oleh alam bawah sadar yang mencoba memunculkan diri, dan tingkah laku itu tampil tanpa disadari. Menurut Freud, hasrat tak sadar selalu aktif, dan selalu siap muncul. Kelihatannya hanya hasrat sadar yang muncul, tetapi melalui suatu analisis ternyata ditemukan hubungan antara hasrat sadar dengan unsur kuat yang datang dari hasrat taksadar.Hasrat yang timbul dari alam taksadar yang direpresi selalu aktif dan tidak pernah mati. (Minderop, 2010: 15)
Freud menghubungkan kondisi bawah sadar dengan gejala-gejala neurosis.Aktivitas bawah sadar tertentu dari suatu gejala neurosis memiliki makna yang sebenarnya terdapat dalam pikiran. Namun, gejala neurosis tersebut akan diketahui setelah gejala tersebut muncul ke alam sadar yang sesungguhnya merupakan gambaran gejala neurosis yang diderita seseorang di alam bawah sadarnya. (Freud, 2002: 297)
B. Teori Mimpi
Mimpi adalah fenomena mental.Dalam mimpi, fenomena mental adalah ucapan dan perilaku orang yang bermimpi, tapi mimpi orang tersebut tidak bermakna bagi kita dan kita juga tidak bisa memahaminya. (Freud, 2002:97)
Namun, dalam kasus mimpi, orang bermimpi selalu mengatakan dia tidak tahu apa makna mimpinya. Tapi, Freud menyakini bahwa ada kemungkinan, bahkan cukup besar, bahwa orang yang bermimpi tersebut me ngetahui apa makna mimpinya, hanya saja dia tidak tahu bahwa dia mengetahuinya sehingga dia mengira dirinya tidak tahu apa-apa. (Freud, 2002:98)
Freud percaya bahwa mimpi dapat mempengaruhi perilaku seseorang.Menurutnya, mimpi merupakan representasi dari konflik dan ketegangan dalam kehidupan kita sehari-hari. Demikian hebatnya derita karena konflik dan ketegangan yang dialami sehingga sulit diredakan melalui alam sadar, maka kondisi tersebut akan muncul dalam alam mimpi tak sadar. Alam mimpi merupakan bagian ketidaksadaran manusia yang memberikan kebebasan tak terbatas meski simbolisasi dalam mimpi mendapatkan pertentangan oleh dunia realitas, karena dalam mimpi, si pemimpi tidak dapat membatasi impian yang akan dimunculkan. Mimpi sebagai perilaku ketidaksadaran, dalam kesadaran muncul dalam bentuk lamunan.Lamunan tidak harus selalu tidur karena lamunan bawah sadar juga ada.Lamunan bawah sadar serupa dengan sumber mimpi dari gejala neurosis. (Freud, 2002:405)


2. Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
Tingkah laku menurut Freud, merupakan hasil konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian (id, ego dan super-ego). Faktor-faktor yang memengaruhi kepribadian adalah faktor historis masa lampau dan faktor kontemporer, analoginya faktor bawaan dan faktor lingkungan dalam pembentukan kepribadian individu.
Selanjutnya Freud membahas pembagian psikisme manusia :id (terletak dibagian tak sadar) yang merupakan reservoir pulsi dan menjadi sumber energi psikis. Ego (terletak di antara alam sadar dan tak sadar) yang bertugas sebagai penengah yang mendamaikan tuntutan pulsi dan larangan super-ego.Super-ego (terletak sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di bagian taksadar) bertugas mengawasi dan menghalangi pemuasan sempurna pulsi-pulsi tersebut yang merupakan hasil pendidikan dan identifikasi pada orang tua.
Id merupakan energi psikis dan naluri yang menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar seperti misalnya : makan, menolak rasa sakit, dll. Menurut Freud, Id berada di alam bawah sadar, tidak ada kontak dengan realitas. Cara kerja Id berhubungan dengan prinsip kesenangan, yakni selalu mencari kenikmatan dan selalu menghindari ketidaknyamanan.
Ego adalah aktualitas kepribadian seseorang, ego terperangkap di antara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga serta patuh pada prinsip realitas dengan mencoba memenuhi kesenagan individu yang dibatasi oleh realitas.Egolah yang mengatur hubungan timbal balik antara seseorang dengan dunia.Dalam hal ini Ego berkebalikan dengan Id, jika Id dikuasai prinsip kesenangan, ego justru dikuasai prinsip kenyataan (reality principle). Namun, ego bukan hanya mengontrol Id, tetapi juga mengatur  super-ego. Super-ego adalah kekuatan moralitas dalam diri manusia. Super-ego sama halnya dengan ‘hati nurani’ yang mengenali nilai baik dan buruk (conscience). Sebagai contoh ; misalnya ego seseorang ingin melakukan hubungan seks secara teratur agar karirnya tidak terganggu oleh kehadiran anak; tetapi id orang tersebut menginginkan hubungan seks yang memuaskan karena seks memang nikmat, kemudian superego timbul dan menengahi dengan anggapan merasa berdosa dengan melakukan hubungan seks. (Minderop, 2011: 21-22)



3. Dinamika Kepribadian
A. Naluri
Menurut konsep Freud, naluri atau instink merupakan representasi psikologis bawaan dari eksitasi akibat muncul suatu kebutuhan tubuh.Bentuk naluri menurut Freud adalah pengurangan tegangan (tension reduction). (Minderop, 2010: 24)
B. Macam-macam Naluri
Menurut Freud, naluri yang terdapat dalam diri manusia bisa dibedakan dalam: eros atau naluri kehidupan (life instinct) dan naluri kematian (death instinct). Naluri kehidupan adalah naluri yang ditujukan pada pemeliharaan ego.Sedangkan naluri kematian adalah naluri yang mendasari tindakan agresif. (Minderop, 2010: 25)
C. Naluri Kematian dan Keinginan Mati
Freud meyakini bahwa perilaku manusia dilandasi oleh dua energi mendasar yaitu, pertama, naluri kehidupan (life instinct).Dan kedua, naluri kematian yang mendasari tindakan agresif.Naluri kematian dapat menjurus pada tindakan bunuh diri atau pengrusakan diri (self-destructive behavior). (Minderop, 2010: 27)
D. Kecemasan (Anxitas)
Situasi apa pun yang mengancam kenyamanan suatu organisme diasumsikan  melahirkan suatu kondisi yang disebut anxitas. Berbagai konflik dan bentuk frustasi yang menghambat kemajuan individu untuk mencapai tujuan merupakan salah satu sumber anxitas.Ancaman dimaksud dapat berupa ancaman fisik, psikis, dan berbagai tekanan yang mengakibatkan timbulnya anxitas.
Freud percaya bahwa kecemasan sebagai hasil dari konflik bawah sadar merupakan akibat dari konflik antara pulsi id dan pertahanan dari ego dan super-ego.Kebanyakan dari pulsi tersebut mengancam individu yang disebabkan oleh pertentangan nilai-nilai personal atau berseberangan dengan nilai-nilai dalam suatu masyarakat, oleh karena tekanan tersebut, manusia melakukan manuver melalui mekanisme pertahanan. (Minderop, 2010: 27-28)

4. Mekanisme Pertahanan dan Konflik
Mekanisme pertahanan terjadi karena adanya dorongan atau perasaan beralih untuk mencari objek pengganti. Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan mengacu pada proses alam bawah sadar seseorang yang mempertahankannya terhadap anxitas. 
Dalam teori kepribadian, mekanisme pertahanan merupakan karakteristik yang cenderung kuat dalam diri setiap orang.Mekanisme pertahanan ini tidak mencerminkan kepribadian secara umum, tetapi juga—dalam pengertian penting—dapat memengaruhi perkembangan kepribadian.
Mekanisme pertahanan terdiri atas; represi (repression), Sublimasi, proyeksi, Pengalihan (Displacement), Rasionalisasi (Rationalization), Reaksi Formasi (Reaction Formation), Regresi, Agresi dan Apatis, Fantasi dan Stereotype. (Minderop, 2010: 29-31 )

5. Klasifikasi Emosi
Kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kesedihan kerap kali dianggap sebagai emosi yang paling mendasar (primary emotions).Situasi yang membangkitkan perasaan-perasaan tersebut sangat terkait dengan tindakan yang ditimbulkannya dan mengakibatkan meningkat ketegangan.Selain itu, kebencian atau perasaan benci (hate) berhubungan erat dengan perasaan marah, cemburu, dan iri hati.Ciri khas yang menandai perasaan benci ialah timbunya nafsu atau keinginan untuk menghancurkan objek yang menjadi sasaran kebencian.Perasaan benci bukan sekedar timbulnya perasaan tidak suka atau aversi/enggan yang dampaknya ingin menghindar dan tidak bermaksud menghancurkan. Sebaliknya, perasaan benci selalu melekat di dalam diri seseorang, dan ia tidak akan pernah merasa puas sebelum menghancurkannya; bila objek tersebut hancur ia akan merasa puas. Perasaan bersalah dan menyesal, rasa malu serta cinta juga termasuk ke dalam klasifikasi emosi. (Minderop, 2010: 39)

6. Teori Seksualitas
Di antara beberapa aspek pemikiran Freud, ia memberi tempat khusus pada masalah seksualitas, dan masalah ini pula yang banyak menimbulkan  kritik dan penolakan terhadap dirinya. Banyak orang memahami seksualitas berkaitan semata pada masalah alat-alat reproduksi. Penolakan besar-besaran terhadap Freud terjadi ketika ia membahas masalah seksualitas pada anak-anak. Orang berpendapat, mana mungkin anak-anak memiliki pengalaman yang berhubungan dengan seksualitas. Bagi freud, masalah seksualitas lebih jauh, lebih luas, dan lebih awal usianya daripada sekedar seksualitas genital.



Freud membedakan tiga periode kehidupan seksual infantil: pertama periode kegiatan seksual awal, didominasi oleh oto-erotisme, yaitu menemukan kesenangan melalui daerah erogen. Kedua, periode laten (periode waktu seksualitas masih tersembunyi) berlangsung sejak anak berusia empat tahun sampai masa pubertas, dan yang ketiga adalah Periode pubertas adalah masa kepuasan seksual tertambat pada cara kerja organ genital. (Minderop, 2010: 45)

6.1. Narsisme
Konsep narsisme pada anak, yakni menganggap dirinya sebagai objek cinta secara menyeluruh. (Minderop, 2010: 46)
Dengan kata lain, Narsisme sesungguhnya ialah perilaku seseorang yang menjadikan dirinya sendiri sebagai objek yang dicintai sebagai akibat dari delusi kebesaran yang diakibatkan oleh libido ‘objek keinginan seksualnya’. Istilah narsisme ini dipinjam dari kondisi yang digambarkan P.Nacke, yang didalamnya seorang individu dewasa mencurahkan pada tubuhnya sendiri semua cumbuan yang biasanya hanya dicurahkan pada objek seksual selain dirinya. (Freud, 2002: 457)
















BAB III
PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN
1. Status

Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, pada umumnya orang yang berstatus berpacaran yang lebih banyak berfoto narsis yaitu 50%, single 46%, menikah 0%.

2. Tujuan Berfoto

Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, pada umumnya tujuan orang yang berfoto narsis 77% mengatakan iseng, 20% koleksi, dan 3% ingin terlihat cakep.

3. Teman Berfoto

Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, pada umumnya dengan siapa seseorang yang berfoto narsis 76% mengatakan dengan temannya sendiri, 21% bersama pacar, dan 3% bersama keluarga.

4. Banyaknya Berfoto

Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, banyaknya berfoto dalam sehari 80% mengatakan jarang, 14% sering, 3% sangat sering, dan 3% tidak pernah.


5. Gaya Berfoto

Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, pada umumnya gaya orang yang berfoto narsis 59% senyum, 15% mengangkat dua jari (peace), 14% tertawa (terlihat gigi), 6% manyun, dan 6% muka datar (pokerface).

6. Aplikasi Kamera
     
Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, pada umumnya aplikasi kamera yang digunakan untuk berfoto narsis 41% memakai camera normal (tanpa efek), 37% camera 360, 13% candy camera, 6% camera lain-lain, 3 % cymera, dan 0% retrica camera.
7. Perasaan Setelah Berfoto
   
Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, perasaan seseorang setelah berfoto 50% merasa senang, 30% merasakan yang lain, 17% merasa wow, 3% sedih, dan 0% kecewa.

8. Media Sosial 

Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, pada umumnya media sosial yang digunakan untuk memposting foto narsis 50% instagram, 22% path, 16% facebook, 9% media sosial lainnya, dan 3% twitter.


BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian kami dapat disimpulkan bahwa para narsisme yang berusia 19 tahun lebih banyak berfoto narsis dibandingankan dengan usia yang lain. Dalam gender, perempuan lebih mendominasi untuk berfoto narsis. Banyaknya orang yang berfoto narsis yang memiliki pasangan atau berstatus berpacaran. Tujuan para narsisme yaitu hanya iseng dan untuk mengkoleksi foto-foto yang bagus. Kebanyakan orang berfoto selfie dengan teman dan pacar dengan foto bergaya senyum. Dalam penelitian kami orang yang berfoto narsis sering mengunggah atau mengshare foto mereka di media social instagram, karena selain mereka menyimpan foto, mereka pun juga dapat menampilkan foto tersebut kepada orang lain di media social atau masyarakat. Dalam berfoto para narsisme menggunakan banyak aplikasi kamera, diantaranya ada candy camera dan camera 360.Setelah berfoto kebanyakan para narsisme memiliki rasa puas dan senang dengan hasil foto mereka masing-masing.

SARAN
Kami selaku penyusun apabila dalam makalah ini masih banyak kekurangannya, kami meminta kepada pembaca untuk memberi kritikan dan saran dengan tujuan agar makalah ini bisa lebih baik lagi.









DAFTAR PUSTAKA


Freud, Sigmund. General Introduction to Psychoanalysis: Psikoanalisis Sigmund Freud. diterjemahkan oleh Ira Puspitorini. 2002. Yogyakarta: Ikon Teralitera.

Minderop, Dr.Albertine,M.A. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Edisi Pertama. 2010. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Patty MA, Prof. F. Dkk. 1982. Pengantar Psikologi Umum. Usaha Nasional : Surabaya.

Ardhana, Sudarsono. 1963. Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Umum. Usaha Nasional : Surabaya.

Share: