Hubungan Antara Kecenderungan
Narsistik Dan Intensitas Posting Selfie.
KELAS : 2PA09
PENYUSUN :
1. Aprilia Dwi Lestari 11513206
2. Fitriani 13513554
5. Rina Astriani S 17513715
6. Sri Wahyuni 18513627
7. Siti Hardianti 18513547
UNIVERSITAS GUNADARMA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan limpahan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya tanpa kendala yang berarti. Dalam makalah ini kami membahas hasil kuisioner kami.
Makalah ini kami buat dengan beberapa referensi yang membantu kami mengembangkan makalah ini menjadi lebih lengkap, menarik dan juga dosen mata kuliah Psikologi dan Teknologi Internet yang mengarahkan dan membimbing kami agar dapat membuat makalah ini dengan baik untuk memenuhi tugas Psikologi dan Teknolgi Internet. Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah yang kami buat. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Depok, 10 Februari 2015
Kelompok
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam mitologi Yunani, Narcissus, seorang pemuda yang terkenal karena ketampanannya, melihat bayangannya di badan air dan jatuh cinta dengan gambar-Nya.Tidak dapat meninggalkan keindahan refleksinya, Narcissus jatuh ke kematiannya.Begitulah kata "narsisisme" muncul.Narsisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fokus pada diri dan kekaguman yang dibawa ke ekstrem.Ini melibatkan kekaguman atribut fisik atau mental seseorang sendiri, sering didefinisikan sebagai berlebihan cinta-diri.
Sigmund Freud dalam makalahnya berjudul 'On Narsisme: Sebuah Pengantar’ – di 1914 – menyarankan bahwa narsisme sebenarnya adalah bagian normal dari jiwa manusia, disebut oleh dia sebagai narsisme primer. Dalam teori Freud kepribadian, orang dilahirkan tanpa rasa dasar diri, dan hanya melalui pengalaman yang terjadi pada anak usia dini bahwa orang-orang mendapatkan apa yang dikenal sebagai ego, atau rasa diri. Sebagai seorang anak berinteraksi dengan dunia luar dan dikondisikan untuk mematuhi harapan sosial dan budaya, ia mengembangkan gambar yang sempurna dari dirinya sendiri bahwa ego berusaha untuk mencapai. Psikolog lain Alfred Adler percaya bahwa itu alami untuk berjuang untuk rasa superioritas dan kesempurnaan – yang membutuhkan persetujuan didorong oleh ego untuk merasa dicintai dan penting. Ini adalah narsisme yang sehat atau pertahanan normal yang melindungi kita dari kegagalan dan membuat kita jauh dari rasa putus asa.
Quote-Sigmund-Freud-whoever-loves-becomes-humble-those-who-love-105728 Yang terlihat lebih sebagai moral-meningkatkan (Narsisme Sehat) kegiatan untuk menjaga tingkat motivasi kita dalam kehidupan.Dalam narsisme yang sehat, orang menyadari kekuatan dan kelemahan mereka dan mampu memiliki harapan yang realistis dari diri mereka.Tidak perlu untuk setiap "satu-up-manship" atau "satu-down-manship" dalam hubungan. Sementara narsisme yang tidak sehat di sisi lain adalah kontras.
Sisi ekstrim dari Narsisme Banyak kali, orang cenderung membingungkan cinta-diri dengan narsisme, tetapi ada perbedaan yang jelas antara dua.Self-cinta penting untuk berkembang secara mental, fisik dan rohani, sedangkan diri obsesi terbatas pada persepsi luar diri kita, Posisi, kekuasaan dan status.Self-cinta dipicu oleh rasa kesatuan tetapi diri obsesi adalah perjuangan terus-menerus melawan harga diri rendah, ketidakamanan dan masalah kompleks lainnya.
Ekstrim Narsisme dapat menyebabkan Narcissistic Personality Disorder (NPD).narcisistasss Kelainan ini disebabkan oleh kasus yang parah egosentrisme. Mereka percaya bahwa mereka superior dari orang lain dan memiliki kurang memperhatikan perasaan orang lain, berasal dari kebanggaan sombong dan kurangnya empati. Narsisis menghabiskan banyak waktu dan energi melakukan hal-hal untuk membuat diri mereka terlihat dan merasa baik dan memompa ego mereka. Lebih dari yang lain, individu narsis yang menyebabkan kerusakan pada tubuh dan pikiran mereka sendiri. Dia menempel pada perasaan diri kebesaran dan hidup di bawah kesan bahwa mereka tidak rentan terhadap kerentanan.Tapi di balik topeng ini over-confidence terletak ini rapuh harga diri, rentan terhadap kritik sedikit. Kelainan mengganggu perkembangan hubungan yang sehat dengan orang lain. Penyebabnya mungkin terkait dengan masa kecil yang disfungsional, seperti memanjakan berlebihan, harapan yang sangat tinggi, penyalahgunaan atau kelalaian.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah usia mempengaruhi seseorang untuk berfoto narsis dan posting selfie.
2. Apakah gender mempengaruhi seseorang untuk berfoto narsis.
3. Apakah status mempengaruhi seseorang untuk berfoto narsis dan posting selfie.
4. Apa tujuan seseorang berfoto narsis dan posting selfie.
5. Dengan siapa seseorang berfoto narsis.
6. Gaya apa yang sering dilakukan ketika berfoto narsis.
7. Berapa banyak seseorang berfoto narsis dan posting selfie.
8. Aplikasi kamera apa yang digunakan seseorang ketika berfoto narsis.
9. Media sosial apa yang digunakan untuk memposting foto narsis.
10. Apa yang dirasakan seseorang setelah berfoto narsis.
1.3 TUJUAN
Untuk mengetahui hubungan antara kecenderungan narsistik dan intensitas posting selfie.
BAB II
2.1 DASAR TEORI
Teori Psikoanalisis Sigmund Freud
1. Teori Kepribadian Psikoanalisis
Freud (lahir di Freiberg pada tahun 1856 dan meninggal di London tahun 1939) memulai karir psikoanalitisnya pada tahun 1896, setelah beberapa tahun Freud buka praktik dokter. Karena setelah beberapa tahun ia menjadi dokter, Freud tidak pernah merasa puas dengan cara ia mengobati pasien, Freud berpikir untuk merubah cara pengobatan pasien. Freud berpikir untuk merubah cara pengobatan pasien. Jika selama menjadi dokter ia mencoba melakukan terapi medis, Freud berpikir melakukan semacam upaya psikoterapeutik untuk sebagian besar pasiennya yang ternyata lebih banyak mengalami tekanan jiwa. Terapi itu disebutnya sebagai Psikoanalisis.Psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud.Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia. (Minderop, 2010:10)
Psikoanalisis, mendasarkan pemikirannya pada proses bawah sadar yang membetuk perilaku dan segala penyimpangan perilaku sebagai akibat proses tak sadar. Psikoanalisis tidak bertujuan atau mencari apapun kecuali penemuan tentang alam bawah sadar dalam kehidupan mental. (Freud, 2002:424)
A. Alam Bawah Sadar
Freud menyatakan bahwa pikiran manusia lebih dipengaruhi oleh alam bawah sadar (unconscious mind) ketimbang alam sadar (conscious mind).Ia melukiskan bahwa pikiran manusia seperti gunung es yang justru sebagian terbesarnya ada di bawah permukaan laut yang tidak dapat ditangkap dengan indera. Ia mengatakan kehidupan seseorang dipenuhi oleh berbagai tekanan dan konflik; untuk meredakan tekanan dan konflik tersebut manusia rapat menyimpannya di alam bawah sadar.
Freud merasa yakin bahwa perilaku seseorang kerap dipengaruhi oleh alam bawah sadar yang mencoba memunculkan diri, dan tingkah laku itu tampil tanpa disadari. Menurut Freud, hasrat tak sadar selalu aktif, dan selalu siap muncul. Kelihatannya hanya hasrat sadar yang muncul, tetapi melalui suatu analisis ternyata ditemukan hubungan antara hasrat sadar dengan unsur kuat yang datang dari hasrat taksadar.Hasrat yang timbul dari alam taksadar yang direpresi selalu aktif dan tidak pernah mati. (Minderop, 2010: 15)
Freud menghubungkan kondisi bawah sadar dengan gejala-gejala neurosis.Aktivitas bawah sadar tertentu dari suatu gejala neurosis memiliki makna yang sebenarnya terdapat dalam pikiran. Namun, gejala neurosis tersebut akan diketahui setelah gejala tersebut muncul ke alam sadar yang sesungguhnya merupakan gambaran gejala neurosis yang diderita seseorang di alam bawah sadarnya. (Freud, 2002: 297)
B. Teori Mimpi
Mimpi adalah fenomena mental.Dalam mimpi, fenomena mental adalah ucapan dan perilaku orang yang bermimpi, tapi mimpi orang tersebut tidak bermakna bagi kita dan kita juga tidak bisa memahaminya. (Freud, 2002:97)
Namun, dalam kasus mimpi, orang bermimpi selalu mengatakan dia tidak tahu apa makna mimpinya. Tapi, Freud menyakini bahwa ada kemungkinan, bahkan cukup besar, bahwa orang yang bermimpi tersebut me ngetahui apa makna mimpinya, hanya saja dia tidak tahu bahwa dia mengetahuinya sehingga dia mengira dirinya tidak tahu apa-apa. (Freud, 2002:98)
Freud percaya bahwa mimpi dapat mempengaruhi perilaku seseorang.Menurutnya, mimpi merupakan representasi dari konflik dan ketegangan dalam kehidupan kita sehari-hari. Demikian hebatnya derita karena konflik dan ketegangan yang dialami sehingga sulit diredakan melalui alam sadar, maka kondisi tersebut akan muncul dalam alam mimpi tak sadar. Alam mimpi merupakan bagian ketidaksadaran manusia yang memberikan kebebasan tak terbatas meski simbolisasi dalam mimpi mendapatkan pertentangan oleh dunia realitas, karena dalam mimpi, si pemimpi tidak dapat membatasi impian yang akan dimunculkan. Mimpi sebagai perilaku ketidaksadaran, dalam kesadaran muncul dalam bentuk lamunan.Lamunan tidak harus selalu tidur karena lamunan bawah sadar juga ada.Lamunan bawah sadar serupa dengan sumber mimpi dari gejala neurosis. (Freud, 2002:405)
2. Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
Tingkah laku menurut Freud, merupakan hasil konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian (id, ego dan super-ego). Faktor-faktor yang memengaruhi kepribadian adalah faktor historis masa lampau dan faktor kontemporer, analoginya faktor bawaan dan faktor lingkungan dalam pembentukan kepribadian individu.
Selanjutnya Freud membahas pembagian psikisme manusia :id (terletak dibagian tak sadar) yang merupakan reservoir pulsi dan menjadi sumber energi psikis. Ego (terletak di antara alam sadar dan tak sadar) yang bertugas sebagai penengah yang mendamaikan tuntutan pulsi dan larangan super-ego.Super-ego (terletak sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di bagian taksadar) bertugas mengawasi dan menghalangi pemuasan sempurna pulsi-pulsi tersebut yang merupakan hasil pendidikan dan identifikasi pada orang tua.
Id merupakan energi psikis dan naluri yang menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar seperti misalnya : makan, menolak rasa sakit, dll. Menurut Freud, Id berada di alam bawah sadar, tidak ada kontak dengan realitas. Cara kerja Id berhubungan dengan prinsip kesenangan, yakni selalu mencari kenikmatan dan selalu menghindari ketidaknyamanan.
Ego adalah aktualitas kepribadian seseorang, ego terperangkap di antara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga serta patuh pada prinsip realitas dengan mencoba memenuhi kesenagan individu yang dibatasi oleh realitas.Egolah yang mengatur hubungan timbal balik antara seseorang dengan dunia.Dalam hal ini Ego berkebalikan dengan Id, jika Id dikuasai prinsip kesenangan, ego justru dikuasai prinsip kenyataan (reality principle). Namun, ego bukan hanya mengontrol Id, tetapi juga mengatur super-ego. Super-ego adalah kekuatan moralitas dalam diri manusia. Super-ego sama halnya dengan ‘hati nurani’ yang mengenali nilai baik dan buruk (conscience). Sebagai contoh ; misalnya ego seseorang ingin melakukan hubungan seks secara teratur agar karirnya tidak terganggu oleh kehadiran anak; tetapi id orang tersebut menginginkan hubungan seks yang memuaskan karena seks memang nikmat, kemudian superego timbul dan menengahi dengan anggapan merasa berdosa dengan melakukan hubungan seks. (Minderop, 2011: 21-22)
3. Dinamika Kepribadian
A. Naluri
Menurut konsep Freud, naluri atau instink merupakan representasi psikologis bawaan dari eksitasi akibat muncul suatu kebutuhan tubuh.Bentuk naluri menurut Freud adalah pengurangan tegangan (tension reduction). (Minderop, 2010: 24)
B. Macam-macam Naluri
Menurut Freud, naluri yang terdapat dalam diri manusia bisa dibedakan dalam: eros atau naluri kehidupan (life instinct) dan naluri kematian (death instinct). Naluri kehidupan adalah naluri yang ditujukan pada pemeliharaan ego.Sedangkan naluri kematian adalah naluri yang mendasari tindakan agresif. (Minderop, 2010: 25)
C. Naluri Kematian dan Keinginan Mati
Freud meyakini bahwa perilaku manusia dilandasi oleh dua energi mendasar yaitu, pertama, naluri kehidupan (life instinct).Dan kedua, naluri kematian yang mendasari tindakan agresif.Naluri kematian dapat menjurus pada tindakan bunuh diri atau pengrusakan diri (self-destructive behavior). (Minderop, 2010: 27)
D. Kecemasan (Anxitas)
Situasi apa pun yang mengancam kenyamanan suatu organisme diasumsikan melahirkan suatu kondisi yang disebut anxitas. Berbagai konflik dan bentuk frustasi yang menghambat kemajuan individu untuk mencapai tujuan merupakan salah satu sumber anxitas.Ancaman dimaksud dapat berupa ancaman fisik, psikis, dan berbagai tekanan yang mengakibatkan timbulnya anxitas.
Freud percaya bahwa kecemasan sebagai hasil dari konflik bawah sadar merupakan akibat dari konflik antara pulsi id dan pertahanan dari ego dan super-ego.Kebanyakan dari pulsi tersebut mengancam individu yang disebabkan oleh pertentangan nilai-nilai personal atau berseberangan dengan nilai-nilai dalam suatu masyarakat, oleh karena tekanan tersebut, manusia melakukan manuver melalui mekanisme pertahanan. (Minderop, 2010: 27-28)
4. Mekanisme Pertahanan dan Konflik
Mekanisme pertahanan terjadi karena adanya dorongan atau perasaan beralih untuk mencari objek pengganti. Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan mengacu pada proses alam bawah sadar seseorang yang mempertahankannya terhadap anxitas.
Dalam teori kepribadian, mekanisme pertahanan merupakan karakteristik yang cenderung kuat dalam diri setiap orang.Mekanisme pertahanan ini tidak mencerminkan kepribadian secara umum, tetapi juga—dalam pengertian penting—dapat memengaruhi perkembangan kepribadian.
Mekanisme pertahanan terdiri atas; represi (repression), Sublimasi, proyeksi, Pengalihan (Displacement), Rasionalisasi (Rationalization), Reaksi Formasi (Reaction Formation), Regresi, Agresi dan Apatis, Fantasi dan Stereotype. (Minderop, 2010: 29-31 )
5. Klasifikasi Emosi
Kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kesedihan kerap kali dianggap sebagai emosi yang paling mendasar (primary emotions).Situasi yang membangkitkan perasaan-perasaan tersebut sangat terkait dengan tindakan yang ditimbulkannya dan mengakibatkan meningkat ketegangan.Selain itu, kebencian atau perasaan benci (hate) berhubungan erat dengan perasaan marah, cemburu, dan iri hati.Ciri khas yang menandai perasaan benci ialah timbunya nafsu atau keinginan untuk menghancurkan objek yang menjadi sasaran kebencian.Perasaan benci bukan sekedar timbulnya perasaan tidak suka atau aversi/enggan yang dampaknya ingin menghindar dan tidak bermaksud menghancurkan. Sebaliknya, perasaan benci selalu melekat di dalam diri seseorang, dan ia tidak akan pernah merasa puas sebelum menghancurkannya; bila objek tersebut hancur ia akan merasa puas. Perasaan bersalah dan menyesal, rasa malu serta cinta juga termasuk ke dalam klasifikasi emosi. (Minderop, 2010: 39)
6. Teori Seksualitas
Di antara beberapa aspek pemikiran Freud, ia memberi tempat khusus pada masalah seksualitas, dan masalah ini pula yang banyak menimbulkan kritik dan penolakan terhadap dirinya. Banyak orang memahami seksualitas berkaitan semata pada masalah alat-alat reproduksi. Penolakan besar-besaran terhadap Freud terjadi ketika ia membahas masalah seksualitas pada anak-anak. Orang berpendapat, mana mungkin anak-anak memiliki pengalaman yang berhubungan dengan seksualitas. Bagi freud, masalah seksualitas lebih jauh, lebih luas, dan lebih awal usianya daripada sekedar seksualitas genital.
Freud membedakan tiga periode kehidupan seksual infantil: pertama periode kegiatan seksual awal, didominasi oleh oto-erotisme, yaitu menemukan kesenangan melalui daerah erogen. Kedua, periode laten (periode waktu seksualitas masih tersembunyi) berlangsung sejak anak berusia empat tahun sampai masa pubertas, dan yang ketiga adalah Periode pubertas adalah masa kepuasan seksual tertambat pada cara kerja organ genital. (Minderop, 2010: 45)
6.1. Narsisme
Konsep narsisme pada anak, yakni menganggap dirinya sebagai objek cinta secara menyeluruh. (Minderop, 2010: 46)
Dengan kata lain, Narsisme sesungguhnya ialah perilaku seseorang yang menjadikan dirinya sendiri sebagai objek yang dicintai sebagai akibat dari delusi kebesaran yang diakibatkan oleh libido ‘objek keinginan seksualnya’. Istilah narsisme ini dipinjam dari kondisi yang digambarkan P.Nacke, yang didalamnya seorang individu dewasa mencurahkan pada tubuhnya sendiri semua cumbuan yang biasanya hanya dicurahkan pada objek seksual selain dirinya. (Freud, 2002: 457)
BAB III
PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENELITIAN
1. Status
Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, pada umumnya orang yang berstatus berpacaran yang lebih banyak berfoto narsis yaitu 50%, single 46%, menikah 0%.
2. Tujuan Berfoto
Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, pada umumnya tujuan orang yang berfoto narsis 77% mengatakan iseng, 20% koleksi, dan 3% ingin terlihat cakep.
3. Teman Berfoto
Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, pada umumnya dengan siapa seseorang yang berfoto narsis 76% mengatakan dengan temannya sendiri, 21% bersama pacar, dan 3% bersama keluarga.
4. Banyaknya Berfoto
Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, banyaknya berfoto dalam sehari 80% mengatakan jarang, 14% sering, 3% sangat sering, dan 3% tidak pernah.
5. Gaya Berfoto
Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, pada umumnya gaya orang yang berfoto narsis 59% senyum, 15% mengangkat dua jari (peace), 14% tertawa (terlihat gigi), 6% manyun, dan 6% muka datar (pokerface).
6. Aplikasi Kamera
Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, pada umumnya aplikasi kamera yang digunakan untuk berfoto narsis 41% memakai camera normal (tanpa efek), 37% camera 360, 13% candy camera, 6% camera lain-lain, 3 % cymera, dan 0% retrica camera.
7. Perasaan Setelah Berfoto
Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, perasaan seseorang setelah berfoto 50% merasa senang, 30% merasakan yang lain, 17% merasa wow, 3% sedih, dan 0% kecewa.
8. Media Sosial
Berdasarkan survei yang telah kelompok kami lakukan melalui 30 sampel kuisioner, pada umumnya media sosial yang digunakan untuk memposting foto narsis 50% instagram, 22% path, 16% facebook, 9% media sosial lainnya, dan 3% twitter.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian kami dapat disimpulkan bahwa para narsisme yang berusia 19 tahun lebih banyak berfoto narsis dibandingankan dengan usia yang lain. Dalam gender, perempuan lebih mendominasi untuk berfoto narsis. Banyaknya orang yang berfoto narsis yang memiliki pasangan atau berstatus berpacaran. Tujuan para narsisme yaitu hanya iseng dan untuk mengkoleksi foto-foto yang bagus. Kebanyakan orang berfoto selfie dengan teman dan pacar dengan foto bergaya senyum. Dalam penelitian kami orang yang berfoto narsis sering mengunggah atau mengshare foto mereka di media social instagram, karena selain mereka menyimpan foto, mereka pun juga dapat menampilkan foto tersebut kepada orang lain di media social atau masyarakat. Dalam berfoto para narsisme menggunakan banyak aplikasi kamera, diantaranya ada candy camera dan camera 360.Setelah berfoto kebanyakan para narsisme memiliki rasa puas dan senang dengan hasil foto mereka masing-masing.
SARAN
Kami selaku penyusun apabila dalam makalah ini masih banyak kekurangannya, kami meminta kepada pembaca untuk memberi kritikan dan saran dengan tujuan agar makalah ini bisa lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Freud, Sigmund. General Introduction to Psychoanalysis: Psikoanalisis Sigmund Freud. diterjemahkan oleh Ira Puspitorini. 2002. Yogyakarta: Ikon Teralitera.
Minderop, Dr.Albertine,M.A. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Edisi Pertama. 2010. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Patty MA, Prof. F. Dkk. 1982. Pengantar Psikologi Umum. Usaha Nasional : Surabaya.
Ardhana, Sudarsono. 1963. Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Umum. Usaha Nasional : Surabaya.